KOMUNIKASI DAN
BUDAYA : PENDEKATAN ANTROPOLOGI
A.
Menerapkan
Pengetahuan Antropologi
Hubungan
antar dua budaya dijembatani oleh prilaku-prilaku komunikasi antar
administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-orang yang mewakili budaya
lain. Bila komunikasi mereka efektif, maka saling pengertian tumbuh yang
diikuti dengan kerja sama. Bila komunikasi tersebut salah, maka ada pengetahuan
tentang budaya dalam buku manapun yang dapat menjamin tindakan yang efektif.
Ini tidak bermkasud meremehkan pengetahuan budaya yang dapat diberikan
antropog, tapi sekedar menyarankan bahwa inti penerapan pengetahuan tersebut
harus berada dalam proses komunikasi.
Oleh
karena itu, marilah kita bahas proses komunikasi antar budaya dengan harapan
kita dapat mencapai dua tujuan yaitu :
·
meningkatkan
pengetahuan kita tentang diri kita
sendiri dengan menjelaskan sebagaian dari prilaku-prilaku komunikatif yang kita
sadari.
·
Menjelaskan
kendala-kendala terhadap pemahaman atas proses lintas budaya yang selama ini
hampir tak teratasi.
Kita juga tahu bahwa komunikasi tidak hanya meliputi
kata-kata, tetapi juga meliputi prilaku-prilaku lain yang mendasari kesimpulan
tentang apa yang sudah terjadi pada masa lalu. (Mulyana & Rahmat, 2006:37)
Budaya,
dalam hal ini melukiskan kadar dan type kontak fisik yang dituntut oleh adat
kebiasaan, dan intensitas emosi yang menyertainya. Budatya yang meliputi
hubungan antara apa apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan. Seperti tidak
maksudnya mungkin dan besok maksudnya tak pernah. Budaya juga menentukan,
apakah suatu kontrak tertentu, harus pertama-tama didiskusikan dalam suatu pertemuan
seharian penuh yang mengikutsertakan empat atau lima orang dari setiap pihak,
dan mungkin dengan bantuan sesorang pelayanan yang menyuguhkan kopi.
Banyak
aspek budaya turut menentukan prilaku
kominikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia. Untuk menyederhanakan dan membatasi pembahasan kita, kita akan
memeriksa beberapa unsur sosio-budayayang berhubungan dengan komunikasi antar
budaya, yaitu bahasa, kata-kata dan makna, nada suara, emosi dan kontak fisik,
dampak waktu secara kultural, tempat, hubungan-hubungan kelas kelas sosial,
persepsi, system kepercayaan, nilai dan sikap. Selanjutnya lihat Mulyana &
Rahmat,2006)
B.
Bahasa
Bentuk
yang paling nyata dalam komunikasi adalah bahsa. Secara sederhana bahasa dapat
diartikan sebagai suatu system lambang yang terorganisasi, disepekati secara
umum, dan merupakan hasil belajar, yang digunkan untuk menyajikan
pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitasgeografis atau budaya.
Ketidakmampuan
kita dalam berbahasa sering mengakibatkan kerusakan hubungan dengan
relasi-relasi kita di seluruh dunia. Perbesaran kata, tata bahasa dan fasilitas
verbal, tidaklah memadai, kecualibisa memahami isyarat halus yang implisit
dalam bahasa, gerak-gerik, dan ekspresi, ia tidak hanya akan menafsirkan secara
salah apa yang dikatakan padanya, ia pun mungkin akan menyinggung perasaan
orang lain tanpa mengetahui bagaimana atau mengapa hal itu bisa terjadi.
Bahasa
merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk menyalurkan kepercayaan,nilai
dan norma. bahasa merupakan alat bagi orang –orang untuk berineteraksi dengan
orang-orang lain dan juga sebagai alat untuk berpikir. Maka, bahasa berfungsi sebagai
suatu mekanisme untuk berkominasi dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat
relatis sosial. Bahasa memperngaruhi
resepsi , menalurkan dan turut membentuk pikiran
1.
kata kata dan
makna
tidak dapatkah
kita mepercayai apa yang katakan ? kita
semua mengakui bahwa orang jujur .apa
yang sering tidak ketahui adalah bahwa petanaan ini menyangkut pengaruh –
pengaru budaya yang tidak berkitan dean kejujuran ataw keandalan indivdu
Di
Amerika serikat, kita mementikan peryataan langsung orang amerika yang baik
diharapkan mengatakan apa yang dimaksudkan apa yang dikatakan. Bila mengenai
hal-hal penting kita menemukan orang yang berbicara berputar-putar dan
mengelak-elak, kita akan cenderung menganggapnya sebagai orang yang tidak dapat
diandalkan atau bahkan tidak jujur.
Mengenai
makna, Devito (1997:120), isyarat mempunyai kebebasan makna (arbtry); mereka
tidak memiliki karakteristik atau sifat dari benda atau hal yang mereka
gambarkan. Kata anggur tidak lebih lezat ketimbang bulgur. Kata bulgur juga
tidak lebih mengenyangkan ketimbang kata anggur. Satu kata memiliki arti atau makna
yang mereka gambarkan karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau
maknanya.
Dalam
beberapa budaya lan, kata-kata dan makna kata-kata tersebut tidak mempunyai
hubungan langsung. Orang-orang mungkin lebih memperhatikan makna kata-kata
tertentu. Ini memungkinkan mereka memberikan jawaban yang sesuai dan
menyenangkan atas suatu pertanyaan, karena jawaban yang harfiah dan factual
bisa menyinggung perasaan atau mempermalukan. Situasi semacam ini tidaklah
asing dalam budaya amerika. contoh, seorang usahawan amerika dididik untuk
tidak terlalu bertanya dalam tentang rincian suatu system produksi. Hal ini
dianggap suatu usaha untuk mencuri rencana-rencana operasionalnya. Bagaimana
dalam lingkungan anda?
2.
Nada Suara dan
Emosi
Manusia
berkomunikasi tidak dengan kata-kata saja. Nada suaranya, ekspresi wajahnya,
gerak-geriknya, semua itu mengandung makna yang perlu diperhitungkan, Jadi,
tidak hanya bahasa yang dapat membingungkan tetapi juga gerak-gerik dan
isyarat-isyarat kultural. Anggukan seseorang bisa berarti negative bagi orang
lain. Lihat Mulyana & Rahmat 2006:210)
Setiap
budaya memiliki rangkaiannya sendiri yang kaya, terdiri dari tanda-tanda
bermakna, lambang-lambang, gerak-gerik, konotasi emosi, rujukan historis,
respon tradisionil, dan juga penting diam yang mengandung makna. Sebagai
contoh, tradisi anglo saxon untuk menjaga kekaleman. Mereka diajari oleh
budayanya untuk menekan perasaan perasaannya. Ia dikondisikan untuk menganggap
emosi sebagai hal yang umumnya jelek (kecuali pada wanita lemah yang tidak
dapat menolong dirinya sendiri) dan pengendalian diri sebagai baik. Semakin
penting maslah yang ia hadapi, semakin tenang penampilannya berkepala dingin,
roman muka yang keras, pikiran tenang, pikiran tenang, bukanlah secara
kebetulan para pahlawan dalam film-film Western memperlihatkan ciri-ciri ini.
Di
Timur tengah adalah sebaliknya, sejak masa kanak-kanak orang Arab dibolehkan,
bahkan di dorong, untuk menyatkan perasaan perasaannya dengan bebas. Lelaki
dewasa boleh menangis, berteriak, memberi isyarat dengan ekspresif, meloncat ke
atas dan kke bawah dan di anggap sebagai orang yang tulus.
C.
Kontak Fisik
(Menyentuh atau Tidak Menyentuh)
Seberapa
jauhkah kontak fisik sebaiknya dilakukan dalam percakapan sosial atau
percakapan bisnis?. Di Indonesia, kita menghendaki kontak fisik, terutama
lelaki dewasa. Kontak fisik paling umum adalah berjabat tangan, dan
dibandingkan dnegan orang-orang Eropa dan Amerika, kita melakukannnya lebih
sedikit.
Jabat
tangan adalah bentuk sapaan atau cara menyatakan perpisahan yang impersonal. Di
Amerika latin cara yang lebih ramah adalah dengan meletakkan tangan kiri diatas
bahu orang lain ketika berjabat tangan. Cara yang lebih intim dan hangat adalah
doble abzaro dua lelaki berpelukan dengan meletakkan lengan mereka diatas kedua
bahu mereka masing-masing. Bagi orang Marika utara sulit menerima kontak fisik
berupa meletakkan telapak tangan pada lengan selama percakapan. Bagi mereka
cara ini berarti isyarat yang tidak menyenangkan, mungkin semacam isyarat
seksual yang menghambat komunikasinya.
Jarak pribadi (personal distance),kita semua
memiliki daerah yang kita sebut jarak pribadi. Daerah ini melindungi kita dari
sentuhan orang lain, dalam dekat jarak pribadi antara 45 sampai 75 cm, dan fase
jauh 75 sampai 120 cm.
Jarak sosial
(sosial distance) fase dekat dari 120 sampai 210 cm adalah jarak yang digunakan
bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan bersifat sosial.
Fase jauh 210 sampai 360 cm jarak yang kita pelihara jika seorang berkata
“menjauhlah agar saya dapat memandangmu”. Pada jarak ini, transaksi bisnis
mempunyai nada yang lebih resmi.
Jarak
public(public distance), fase dekat 360 sampai 450 pada jarak ini seseorang
dapat mengambil tindakan detensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta
kita akan menghindar atau mengambil jarak dari orang yang sedang mabuk atau
orang yang dianggap kurang baik. Fase jauh lebih dari 750 cm, kita melihat
orang-orang tidak sebagai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari
suatu kesatuan yang lengkap. Kita kadang-kadang secara reflex menjauh ketika
ada seorang tokoh (orang) penting lewat, terlepas dikawal atau tidak.
D. Lima Dimensi Waktu
Ide-ide kita tentang waktu tertanam dalam diri kita
sejak kecil. Bila gagasan-gagasan kita tentang waktu ini bertentangan dengan
prilaku orang lain, kita bereaksi dengan marah, tidak tahu apa sebabnya. Bagi
orang-orang bisnis, lima konsep waktu yang biasanya dilakukan adalah waktu
untuk bertemu, berdiskusi, berkenalan, berkunjung, dan jadwal waktu.
Siapapun yang berpergian ke luar negeri dan
berhubungan luas dengan orang-orang non Amerika, mengetahui bahwa ketepatan
waktu di tafsirkan dengan berbagai cara. Ini adalah suatu hal yang perlu
diingat. Contohnya bertemu sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan.
E. Tempat
Kita mengatakan bahwa ada saatnya dan ada tempatnya
bagi segala sesuatu, namun bila dibandingkan dengan negeri-negeri dan
budaya-budaya lain, kita tidak terlalu mempersalahkan perbedaan tempat. Bisnis
suatu hal yang universal; hal itu dapat dibicarakan hampir di mana saja,
kecuali mungkin di gereja. Orang bahkan dapat berbicara tentang bisnis saat
naik tangga ke atas dari gereja. Politik hanya sedikit lebih dibatasi untuk
dibatasi untuk di bicarakandi tempat-tempat yang cocok untuk mendiskusikan.
Di negeri-negeri lain ada
pembatasan-pembatasan tempat untuk membicarakan bisnis dan politik. Di India
tidak selayaknya berbicara ketika sedang mengunjungi rumah seseorang. Bila anda
melakukannya,, akan kehilangan kesempatan untuk mengadakan hubungan bisnis yang
memuaskan. Di Amerika Latin, meskipun mahasiswa berminat pada politik, tradisi
menentukan bahwa seorang politikus harus menghindari topic ketika berbicara di
universitas.
F. Pengaruh Status atas Komunikasi
Kita akan keliru mengira bahwa pola-pola komunikasi
yang kita amati di seluruh dunia, tak lebih dari kumpulan adat adat istiadat
yang tidak berarti. Pola komunikasi suatu masyarakt tertentu merupakan bagian
dari keseluruhan pola budaya dan dapat di pahami dlam konteks tersebut.
Di sini kita tidak dapat mengemukakan banyak contoh
prilaku komunikasi yang di dasari budaya tertentu. Perbedaan-perbedaan ini
tampaknya jelas berhubungan dengan budaya dan organisasi sosial. Di Amerika
latin kita dapatkan bahwa masyarakat secara kaku bertingkat-tingkat. Akibatnya,
kita temukan wewenang yang lebih penting lagi dalam keluarga dna komunitas.
Perbedaan status dan kelas sosial menyebabkan
orang-orang yang berstatus berbeda sulit menyatakan opini secara bebas dan
terus terang dalam diskusi dan perdebatan.
Status dan kelas sosial juga menentukan apakah
bisnis akan terjadi antara individu atau antara kelompok. Di Amerika serikat
mungkin takkan menemukan kelompok penjual yang mengunjungi seorang pelanggan.
Di Jepang justru pentingnya kunjungan dan pentingnya posisi orang itu
ditentukan oleh siapa yang ia ajak ikut serta. Praktik ini juga terjadi pada
hirarki bisnis dan pemerintah. Bahkan seorang guru besar universitaspun
cenderung membawa serta satu atau dua pembantu dalam urusan akademik. Kalau
tidak, orang-orang mungkin berpikir bahwa ia bukan orang penting, begitu pula
urusannya.
G. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan
untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan
eksternal. Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berprilaku sebagai hasil
atau dari cara mereka mempersepsi dunia (lingkungannya) sedemikian rupa.
Prilaku-prilaku ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya mereka.
Artinya, kita merespon kepada suatu stimuli sedemikian rupa, sesuai dengan
budaya yang telah diajarkan kepada kita. Budaya menentukan kriteria mana yang
penting ketika kita mempersepsi sesuatu.
Komunikasi antar budaya, dapat dipahami sebagai
perbedaan budaya dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian.
Untuk memahami dunia dan tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka
persepsinya. Dalam komunikasi lintas budaya, mengharapka banyak persamaan dalam
pengalaman dan persepsi.
Ada tiga unsur sosio budaya yang berpengaruh besar,
dan langsung terhadap makna yang kita bangun dalam persepsi kita, yaitu: system
kepercayaan (belief), system system (value), system sikap (attitude), pandangan
dunia (word view), dan organisasi sosial (sosial organization).
Ketika unsur ini mempengaruhi persepsi kita dan
makna yang kita bangun. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna
yang bersifat pribadi dan subjektif. Seorang Arab dan seorang Amerika akan
setuju secara objektif, seorang tertentu adalah wanita, tapi mungkin mereka
tidak akan setuju arti seorang wanita secara sosial.
1.
Sistem
Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Kepercayaan
secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan subjektif, yang diyakini
individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik tertentu.
Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercaya dan karakteristik
yang membedakannya.
Dalam
komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar atau salah sejauh hal-hal
tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Budaya memainkan suatu peranan penting
dalam pembentukan kepercayaan.
Nilai
adalah seperangkat aturan yang terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan,
dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai memiliki aspek
evaluative dan system kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi evaluative ini
meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kebutuhan
dan kesenangan.
Pada
sebagian budaya, ada yang menurunkan suara sebagai tanda hormat dan patuh.
Kepercayaan dan nilai memberikan konstribusi bagi pengembangan dan sikap. Sikap
suatu kecenderungan yang diperoleh dengan belajar untuk merespon suatu objek
secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya, artinya
lingkungan kita membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk merespon, dan
akhirnya perilaku kita.
Bisa
budaya dalam system kepercayaan, nilai, sikap, dapat dilihat pada contoh
pertarungan banteng dengan manusia. Orang-orang Amerika Utara memandang
pertarungan manusia melawan banteng dengan sikap negative, dan menghindari
tontonan tersebut meskipun lewat teleisi. Sebagian malah kampaye agar
pertarungan itu dilarang.
2.
Pandangan Dunia
Unsur
budaya ini, meskipun dan uraiannya abstrak, merupakan salah satu unsur
terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi antar budaya. Pandangan
dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti tuhan,
kemanusiaan, alam semesta, dan masalah-maslah filosofis lainnya yang berkenann
dengan konsep makhluk. Oleh karena pandangan dunia begitu kompleks, kita sulit
melihatnya dalam suatu interaksi antar budaya.
Isu-isu
pandangan dunia bersifat abadi dan merupakan landasan paling mendasar dari
suatu budaya. Seorang katolik tentu saja mempunyai pandangan dunia yang berbeda
dibandingkan dengan seorang muslim, yahudi atau atheis.
Pandangan
dunia mempengaruhi kepercayaan nilai, sikap, penggunaan waktu, banyak aspek
budaya lainnya. Dengan cara-cara yang terlihat dan tidak nyata, pandangan dunia
sangat mempengaruhi komunikasi antar budaya.
3.
Organisasi
Sosial
Ada
dua unit sosial yang dominan dalam suatu budaya yang mempengaruhi persepsi,
yaitu keluarga dan sekolah. Keluarga paling berperan dalam mengembangkan anak
selama periode awal (formatif)dalam kehidupannya, keluarga banyak memberi
pengaruh budaya, bahkan pembentukan sikap pertamanya sampai pemilihan atas
barabg mainannya.
Keluarga
juga membimbing anak dalam menggunakan bahasa, cara memperoleh kata hingga
dialek. Keluarga juga memberikan persetujuan, dukungan, ganjaran, dan hukuman,
yang mempengaruhi nilai-nilai yang anak kembangkan dan tujuan-tujuan yang ia
capai.
Sekolah
mempunyai tanggung jawab besar mewariskan dan memelihara suatu budaya. Sekolah
merupakan penyambung penting yang menghubungkan masa lalu dan juga masa depan.
Sekolah memelihara budaya dengan memberi tahu anggota-anggota budaya. Sekolah
mengajarkan beragam ilmu pengetahuan. Sekolah mungkin menekankan revolusi yang
melandaskan perdamaian atau kekerasan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan
antar dua budaya dijembatani oleh prilaku-prilaku komunikasi antar
administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-orang yang mewakili budaya
lain.
Banyak
aspek budaya turut menentukan prilaku
kominikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia. Diantaranya Bahasa.
Bahasa
berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkominasi dan sekaligus sebagai
pedoman untuk melihat relatis sosial. Bahasa
memperngaruhi resepsi , menalurkan dan turut membentuk pikiran .
Oleh karena itu,
tujuan komunikasi antar budaya diantaranya untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang diri kita sendiri dengan menjelaskan
sebagaian dari prilaku-prilaku komunikatif yang kita sadari, Menjelaskan
kendala-kendala terhadap pemahaman atas proses lintas budaya yang selama ini
hampir tak teratasi.
http://www.aurellyreresaputra.blogspot.co.id/2013/06/contoh-makalah-tentang-budaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar